Sejarah Desa
Tersebutlah pada zaman Kerajaan Demak Bintoro diperintah R. Patah yang hendak menyebarkan agama Islam diwilayah Grobogan, Maka diutuslah dua orang senopati kerajaan yaitu Ki Ageng Selo dan Ki Ageng Wonopolo. Ki Ageng Selo ditugaskan disebalah timur sunagai Serang, posko/tempat tersebut saat ini disebut Desa Selo Kecamatan Tawangharjo . Sedangkan Ki ageng Wonopolo dalam melaksanakan tugasnya dibantu istrinya yaitu Nyi Ageng Wonopolo (Nyi Samiah, menurut nara sumber ), posko/tempat tersebut disebelah dusun kecil diberinama Cangkringmalang yang saat ini berada dalam diwilayah administrasi Desa Pulutan Kecamatan Penawangan.
Desa Pulutan diambil dari jenis bunga/kembang yaitu kembang Pulutan. Pada suatu ketika mereka tiba disuatu daerah yang banyak menjumpai bunga pulutan, sehingga daerah tesebut mereka beri nama Desa Pulutan hingga saat ini.
Dalam menyiarkan Agama Islam, Ki Ageng dan Nyi Ageng Wonopolo menyamar sebagai tukang “wedel” ( Tukang pewarna pakaian, wenter jawa ) yaitu merubah warna kain putih menjadi hitam. Untuk menyediakan bahan wenter, Nyi Ageng membuat sumur didekat rumahnya. Setiap akan berangkat keliling ke desa – desa sekitar sebagai ahli wedel cukup mengambil air dari sumurnya.Dengan kebesaran Allah air sumur itu dapat merubah warna kain yang semula putih menjadi hitam. Karna kepandaianya mewarnai kain tersebut maka langgananya semakin banyak, dalam kesempatan ini tidak disia – siakan beliu untuk menyiarkan Agama Islam. Oleh karena itu dengan sangat cepat daerah sekitar tempat Ki Ageng Wonopolo dan Nyi Ageng Wonopolo banyak menganut agama Islam, yang sebelumnya menganut agama Hindu.
Setelah dirasa cukup maka kembalilah Ki Ageng ke kerajaan Demak Bintoro, dan tinggalah Nyi Ageng Wonopolo sendirian di tempat itu sampai akhir hayatnya.
Untuk mengenang kebesaran dan jasa Nyi Ageng Wonopolo, maka penduduk sekitar kediaman beliau sampai saat ini apabila akan punya hajat selalu mohon do”a restu dengan mengdakan sedekah ditempat pemakaman (punden), dan bila ada acara pernikahan maka kedua mempelai diiring kepunden tersebut untuk memdapat restu dari Nyi Ageng Wonopolo.Acara sedekah itu tesebar hingga daerah Kabupaten Boyolali,Semarang bahkan lain daerah terutama bagi mereka tik yik (yang mempunyai darah keturunan) Desa Pulutan. Dalam acara ritual sedekah itu jika pulang selalu membawa air bekas sumur Nyi Ageng, menurut kepercayaan air itu digunakan untuk memasak saat punya hajat agar selamat dan diridhoi Allah SWT.
Konon ceritanya jika saat mengadakan sedekahan dihadiri orang banyak, nantinya tamu yang menghadiri khajatnya juga banyak.Beberapa tahun yang lalu Lurah/Kepala Desa di Desa Pulutan setiap akan musim tanam padi menyembelih seekor kerbau untuk sedekah di punden,karena tanah bengkok Lurah Desa Pulutan berada disekitar punden tersebut dan dagingnya dimasak untuk penduduk yang sedang gotong royong mengerjakan sawah Lurah. Akan tetapi saat ini untuk menyembelih kerbau tersebut di modifikasi sehingga yang dikatakan wajib Cuma beberapa anggota tubuh kerbau tesebut namun walau sedikit anggota tesebut harus komplit.Sebagian contoh anggota kerbau tersebut yaitu mata,lidah,otak,hati,paru,babat,dll
Keanehan hingga sekarangpun masih terjadi bahawa beras yang dihasilkan dari persawahan disekitar punden kalau dimasak nasinya tidak bisa putih seputih beras dari daerah lain,hal ini dikarenakan masih terkena air wedel Nyi Ageng Wonopolo.
Sedangkan Ki Ageng Wonopolo sendiri wafat di Demak Bintoro dan jasadnya di masukan di komplek makam raja – raja Demak Bintoro dan kerabat kerajaan disebelah Masjid Agung Demak sekarang.